Cerpen
Ini Salah!
Aku melihatnya
lagi disana. Duduk mematung memandangi poster bunga sakura. Manisnya tak pernah
berubah, kecantikannya tak pernah memudar hanya saja senyumnya terus luntur
seiring bergantinya hari. Aku tahu, dan selalu tahu mengapa dia menjadi wanita
yang bibirnya tak pernah tertarik untuk tersenyum belakangan ini. Setelah kejadian
itu, kejadian setahun yang lalu.
Namaku
Vian, aku bekerja di Cafe Remi di persimpangan jalan daerah ini. Sudah empat
tahun aku bekerja disini.
Satu tahun dua
bulan yang lalu aku berkenalan dengan wanita itu, si wanita pecinta bunga
sakura. Dulu dia wanitaku, saat ini bukan lagi. Aku memanggilnya Selly.
“aku kan sudah bilang, kalau mau
ketemu dengan ku datanglah kerumahku” setahun yang lalu dia bekata seperti itu,
sebelum aku resmi berpisah dengannya. Perkataan
itu masih lekat dalam telinga ku.
“tapi kau tahu, aku tidak pernah
suka bertemu dengan papamu”.
“ada apa dengan papa ku? Dia sepertinya
tidak mempermasalahkan kehadiranmu, lagipula papa yang menyuruh kamu main ke
rumah”
“tidak, aku tak bisa. Bukan, aku
tak mau” kataku jujur padanya.
“aku tidak mengerti denganmu! Papaku
baik padamu, mengerti dengan keadaanmu tapi kau seakan tak sudi bertemu
dengannya. Kau tahu? Kau melukai hatiku, papaku juga, jika dia tahu kau seperti
ini padanya” katanya lirih.
“aku tahu dia baik. Aku bukannya
tak sudi bertemu dengannya. Dan hatimu terluka? Maafkan aku. Dan tak usah
beritahu papamu kalau aku seperti ini, agar dia tidak terluka” kataku sambil
mengalihkan pandangan.
Aku tak lagi mendengar suaranya,
dia tak kunjung membalas perkataanku. Aku mengalihkan kembali pandanganku dan
berusaha menatapnya, namun apa yang ku peroleh? Dia menunduk sambil sesenggukan.
Oh, hatiku terluka melihatnya seperti itu.
“kumohon, jangan menangis di
hadapanku” kataku lirih.
“kalau kau tak ingin melihatku,
aku akan pergi. Dan kalau kau ingin hubungan ini berlanjut datang kerumahku
malam ini jam 7, jangan terlambat” katanya sambil berlalu.
Oh, ini akan menjadi malam petaka
bagiku.
Bel
aku bunyikan, sudah tiga kali sejak jam 06.45. Aku akhirnya memutuskan untuk
datang dan sengaja lebih cepat agar tak terlambat seperti keinginan wanita
pencinta sakura itu.
“masuklah” katanya sambil membuka
pintu. “aku tahu kamu akan datang” katanya menuju ruang tamu.
“kau tahu? Atau sok tahu? Menebak?
Berfikir positif? Atau apa?” balasku sambil terus mengikutinya.
“diam dan duduklah disana bersama
papaku. Mengenai pertanyaanmu itu, aku hanya percaya padamu jadi aku tahu”
katanya sambil berlalu mengarah ruang lain,dapur.
Kamu percaya? Seharusnya kamu mendengarkanku. Sekarang mengapa kamu
tega meninggalkan ku disini bersama papamu? Kamu bohong, kamu tak pernah
percaya dan tak mau mengerti.batinku.
Aku
sekarang duduk mematung bersampingan dengan papanya, orang yang ku anggap
monster sejak pertama kali bertemu. Aku diam, tak mau membuka suara. Saat
kejadian itu dia ulang lagi aku refleks berdiri dan berusaha menjauh. Tapi dia
lebih cepat dariku.
“Papa!” teriakan itu seakan membuat
waktu berhenti.
“sudah ku duga, jadi ini
alasannya mengapa kau tak ingin bermain kerumah kan Vian?” katanya sambil
mengalihkan pandangannya padaku dengan mata sayu.
“kau menduganya? Sejak kapan kau
menduganya?” kataku membalas sambil bergesar dari posisiku.
“sejak kau tak mau lagi main
kerumah, sudah ku bilangkan aku percaya padamu”
“jadi? Kau mengundangku kesini
untuk membuktikan dugaanmu itu, benar? Kalau kau percaya, kau seharusnya duduk
dan mendengarkan penjelasanku”.
“justru karena aku percaya
padamu, aku melakukan ini agar aku memperoleh bukti kalau papaku memang tidak
benar. Dan papa, aku tak pernah percaya kalau kau seseorang yang salah seperti
ini! Aku tahu papa kesepian, aku tahu papa bersedih, aku tahu papa terus
berduka. Tapi bukan ini cara yang benar pa! Ini salah! Ini tidak normal, aku
kecewa sama papa.” Katanya menutup sambil berlalu.
Aku
mengejarnya dan meninggalkan monster itu, monster yang sedari tadi hanya
membisu dan menjadi saksi percakapan kami.
“Selly! Tunggu!” aku berteriak
memanggilnya.
Dia berhenti tepat di depan toko
ice cream langganan kami, tempat dimana kami pertama kali bertemu.
“bodoh! Jangan mengejarku, kita
sebaiknya mengakhiri hubungan ini”.
“apa katamu? Yang ku tahu kau percaya
padaku, dan sekarang kau punya bukti jelas tentang itu. Tapi, kenapa kau ingin
mengakhirinya?” kataku tak percaya.
“justru karena bukti itu, bukti
itu memperjelas semuanya, kalau aku tak pantas dengan mu. Berhenti mengejarku,
berbalik dan pulanglah! Kumohon, jangan buat aku bermohon berulang-ulang”.
Aku
berdiri mematung, berhenti mengejarnya, berbalik dan memutuskan untuk pulang.
Kepingan
masa lalu itu terus saja menghampiriku saat aku melihat wanita itu duduk disana
sambil memandang poster bunga sakura. Tiba-tiba dia berdiri, seketika pikiranku
kembali normal.
Ah
sialnya aku, karena monster itu aku dan wanita itu seperti ini. Itulah aku
tidak pernah suka padanya. Dasar monster gay.
Komentar
Posting Komentar