Postingan

Menampilkan postingan dari 2015
Fina dan Winda   “Coba lihat dia, dia terus saja membuat temannya untuk membenci dirinya” kata Fina sambil sedikit melirik ke arah Ruli. “Kau ini terus saja memperhatikannya, apakah kau menyukainya? Astagah Fina aku tak percaya ini! Sejak kapan kau menyukai orang seperti itu?!” Balas Winda dengan suara cemprengnya dengan meninggi tanpa malu-malu. “Berhentilah beramsumsi, kau tahu? Kau selalu salah kalau urusan seperti ini” balas Fina dengan memutar bola matanya malas. “Hohoho, jadi satu fakta yang ku dapat. Kau belum move on rupanya” balas Winda. “Kita tidak membahas ini tadi. Tapi kalau kau mau mari kita membahasnya. Aku hari ini punya stok cerita tentang hatiku untuk mu. Dengarkan baik-baik. Dan tolong kau tak usah berlebihan sebelum semuanya kelar dan jangan teriak-teriak, aku tahu bahwa kamu selalu tahu kalau suara mu itu cempreng,jadi telanglah anak manis. Sekarang aku memulainya… Aku memutuskan untuk mengejarnya kembali. Aku sudah kembali kini dan jelas bany
 Ini gak jelas, gitudeh Semua tertawa, bisakah saya? Semua senang, haruskah saya? Semua merasa bahagia, ikutkah saya? Ketika melihat semua yang seperti itu, saya hanya bisa diam dan bertanya, layakkah saya? Saya masih diam dan hanya bertanya. Mereka diperingati, balasannya nyegir. Mereka diperintah, balasannya geleng-geleng. Mereka diteriaki, balasannya teriakan lebih keras dengan mata melotot. Tanpa ada ketakutan mereka megangkat kepala dan dagu dengan dada membusung, sombong. Haruskah saya mengikuti mereka? Apakah bahagia selalu serumit itu? Apakah senang tidak segampang itu? Apakah tertawa sesulit itu? Oh ayolah, saya juga menginginkan yang tak berkelok dan mudah saja. Pret. Tiba-tiba di bagian ini saya kehilangan kata, haahaha. Saya gaje,miris, ugh saya marah sebenarnya. Oya, saya yang sebenarnya terlalu menyulitkan semuanya? Atau saya yang juga membuat semuanya begitu rumit? Tapi, bagaimana? Bahagia tidak segampang ketika saya memikirkan. Terkadang saya berpikir apa
Gadis-gadis dan rumah tua Suatu waktu, hiduplah empat orang gadis di sebuah rumah tua. Mereka hidup bersama sejak tujuh tahun yang lalu. Orangtua mereka berbeda-beda tapi telah meninggal secara bersama saat terjadi kecelakaan tragis. Sejak saat itu, mereka memutuskan hidup bersama dan saling mengasihi. Der yang berumur enam belas tahun dengan sifat tomboi dan keibuan. Mee yang berumur sama dengan Der, dengan sifat anggun dan kekanakan. Beth yang baik dan patuh, dengan umur lima belas tahun, serta Ann yang kekanakan dengan umur setahun di bawah Beth.                 Tak ada yang menarik dari kehidupan mereka. Mereka sama dengan remaja yang lain, namun memiliki aktifitas yang berbeda. Mereka tak bersekolah melainkan bekerja, mereka tak makan makanan istimewa melainkan makanan apa adanya, mereka sangat senang membaca namun jarang membaca karena tak memiliki banyak buku untuk dibaca. “Betapa miskin kita walau telah bekerja dengan giat. Aku bahkan terus mengurus ternak keluarga t
Bacharuddin Jusuf Habibie Name                                     : Bacharuddin Jusuf Habibie or Bj. Habibie. Date and place of birth   : 25-06-1936/Parepare, Sulawesi Selatan. Father’s name                    : Alwi Abdul Jalil Habibie. Spouse                                  : Hasri Ainun Habibie. Children                                : Ilham Akbar, Thareq Kemal. Accomplishments             : The third President of the Republic of Indonesia. Biography B.J. Habibie ,  in full Bacharuddin Jusuf Habibie    (born June 25, 1936, Parepare, Indonesia),  Indonesian aircraft engineer and politician who was president of Indonesia (1998–99) and a leader in the country’s technological and economic development in the late 20th and early 21st centuries. Brilliant in science and mathematics from childhood, Habibie received his postsecondary education at the Bandung Institute of Technology in Bandung, Indonesia, and fur
Rina dan Dodit                 Rina terus membolak-balikkan buku cetak ditangannya. Sesekali menutup sambil mulut terus bersuara. “woi!” “Iya, apa Dodit?, gak usah pake ngagetin gue” kata Rina dengan menahan kekesalannya. “hehe, sorry deh. Kenapa gak ikutan latihan masak? Perasaan kemarin kamu yang semangat banget buat ikutan.” Tanya Dodit. “oh? Gue? Gue khilaf kemarin. Lagian gue gak usah ikut deh latihannya, bagian gue kan cuman pilih-pilih bahan buat lomba.” Balas Rina. “Lah? Kamu kan berpengalaman gitu, kenapa gak ngarahin lagi kayak kemarin?” “Ngapain? Mereka udah pintar juga. Lagian gue capek ah. Sifat malas juga ada di gue, Dit. Bosan apalagi” “Tapi kan, ini demi...” “Demi apapun, gue udah gak mau lagi. Yang kemarin-kemarin gue khilaf. Maaf, mereka pintar dan kita tahu dan percaya itu, yaudah gitu aja. Biarin deh, walaupun gue ada hubungannya dengan ini, gue bisa apa kalau keadaannya kayak gini? Gue baru nemu spesies kayak gini dan dari awal gue gak minat
Terserah Aku sudah disini Membawa jiwa hingga disini Lelah berlari-lari Bahagia menari-nari Sakit, aku jatuh berkali-kali Tertawa, aku bangkit kembali Lalu berjalan menghitung daun-daun yang jatuh Berhenti sambil menatap langit dan merasakan angin Hatiku tertodong pesanmu Kau seakan menekan kekagumanku Aku tertipu, ternyata hanya semu Dan nyatanya aku bahagia dengan segala keenggananku Sekaligus sesak memeluk janji-janji Sejak awal aku menyangkal hari yang mengitari Namun tetap aku sanggup menggendong rindu-rindu Rindu dengan hati yang tak menepi Jantungku bahkan lebih layu dari tanaman depan kelas Rohku seakan terbang meninggalkan tubuh Taoi aku masih akan hidup Terlebih setelah mendengar kabar Baju batik sudah bisa diluar rok abu--abu By: Eka Ariyani dan Dian Fitrah Ardita ---> inspirasi diperoleh saat menulis isi mading dengan tema GBSO 2015, eh tapi akhirnya membelok ke topik yang hangat di smadama hahaha, baju batik coy!