Laporan Kimia Dasar Lanjut, Pembuatan dan Sifat Koloid



HALAMAN PENGESEHAN
Laporan Lengkap Kimia Dasar Lanjut dengan judul “Pembuatan dan Sifat Koloid” disusun oleh :
            Nama               : Dian Fitrah Ardita R
            NIM                : 1613040015
            Kelompok       : VI (enam)
telah diperiksa dan dikoreksi oleh Asisten dan Koordinator Asisten, maka dinyatakan diterima.


Makassar,     Mei 2017
Koordinator Asisten                                                             Asisten



Dwi Kurniawan                                                                   Yommy Kurniaty
NIM. 1413041006                                                               NIM. 1413440008


Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab



Dra. Hj. Army Auliah, M.Si
NIP. 19640306 199203 2 001





A.  JUDUL PERCOBAAN
            Pembuatan dan Sifat Koloid
B.  TUJUAN PERCOBAAN
            Adapun tujuan percobaan ini adalah mempelajari cara pembuatan dan sifat-sifat koloid.
C.  LANDASAN TEORI
Koloid adalah campuran dari dua atau lebih zat yang salah satu fasanya tersuspensi sebagai sejumlah besar partikel yang sangat kecil dalam fasa kedua. Zat yang terdispersi dan medium penyangganya dapat berupa kombinasi gas, cairan, atau padatan. Contohnya semprotan aerosol, asap, susu, mayones, dan cat. Meskipun beberapa koloid memisah menjadi dua fasa terpisah jika didiamkan cukup lama, campuran lain bertahan sangat lama seperti partikel emas yang disiapkan Michael Faraday pada tahun 1857 tidak menunjukkan pemisahan nyata sampai sekarang. Pada banyak koloid, partikel mempunyai muatan bersih positif atau negatif pada permukaannya, diimbangi oleh muatan ion lawannya dalam larutan (Oxtoby, dkk. 2001: 178).
Keadaan koloid merupakan keadaan antara suatu larutan dan suatu suspensi. Bila bahan berada dalam keadaan subdivisi ini, bahan itu memperagakan sifat-sifat yang menarik. Diameter rata-rata atom atau ion sederhana adalah dalam order 2×10-10 m atau 2 Å. Diameter partikel dapat berjangka dari sekitar 10 Å sampai sekitar 2000 Å. Partikel semacam itu tak dapat dilihat secara jelas dengan mikroskop optis yang terkuat sekalipun. Bahan yang dimensinya berada dalam jangka antara kira-kira 10 Å ke 2000 Å dikatakan berada dalam keadaan koloid. Keadaan koloid bukanlah suatu ciri-ciri zat tertentu apapun, praktis semua zat, apakah dalam keadaan normal berbentuk gas, cair ataupun padat dapat dijadikan koloid (Keenan, dkk. 1986: 455-456).
Berdasarkan ukuran partikel zat terlarut, sistem koloid berada diantara suspensi kasar dan larutan sejati. Pada sistem koloid, ukuran partikelnya lebih kecil dari suspensi kasar sehingga tidak membentuk fasa terpisah tetapi tidak cukup kecil dibandingkan dengan larutan sejati. Sistem koloid sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari seperti sirup obatk batuk, es krim, air susu, asap, kabut, dan material lain. Materi koloid dapat tersebar dalam suatu medium sehingga dihasilkan suatu dispersi (sebaran) koloid atau disebut sistem koloid. Dalam sistem semacam ini, koloid dianggap sebagai fasa terdispersi dan medium untuk mendispersikan pratikel koloid disebut pendispersi atau medium pendispersi (Sunarya, 2012: 42-43).
Mobilitas koloid dipengaruhi oleh perubahan kimia larutan yang mengubah interaksi gaya-gaya antara permukaan koloid dan butiran aquifer. Gaya antar muka itu terdiri dari gaya tarik menarik London Van der Waals dan gaya tolak menolak (repulsi). Agar koloid dapat bergerak perubahan kimia larutan harus menghasilkan gaya repulsi pada permukaan koloid dan butiran yang lebih besar dari gaya tarik menariknya. Koloid dapat terdeteksi dalam berbagai sampel air tanah yang dikumpulkan dari berbagai macam-macam aquifer. Kelimpahan koloid dipicu oleh perubahan hidrogeokimia dalam sistem aquifer terutama pada kegiatan penyimpanan lestari limbah radioaktif. Di dalam air tanah sebagian besar fase koloid bersifat sebagai sorben yang efektif terhadap kontaminan yang berkelarutan rendah karena koloid mempunyai ukuran yang kecil dan luas permukaan yang besar (Sriwahyuni, 2015: 212-213).
Stabilitas koloid dipengaruhi oleh suatu inkubasi. Saat inkubasi partikel yang diperoleh pada suhu 100ºC lebih stabil dibandingkan dengan partikel yang diperoleh pada suhu kamar. Hal tersebut diasumsikan bahwa spesi-spesi dari partikel yang diperoleh dengan inkubasi pada suhu 100ºC lebih sukar pecah dibandingkan dengan spesi-spesi partikel yang diperoleh dengan inkubasi suhu kamar (Yunilda, 2008: 50).
Tipe sistem koloid dalam campuran homogen dan dan stabil yang disebut larutan, molekul, atom ataupun ion disebarkan dalam suatu zat kedua. Dengan cara yang sama materi koloid dapat dihamburkan atau disebarkan dalam suatu medium sinambung, sehingga dihasilkan suatu dispersi koloid atau sistem koloid.  Selai, susu, mayones, dan kabut adalah contoh yang dikenal, dalam sistem bermacam itu partikel-partikel koloid dirujuk sebagai zat terdispersi dan yang kontinu ketika partikel tersebar disebut zat pendispersi (Keenan, dkk. 1986: 457).
Menurut Partana, dkk (2003: 43) ada beberapa sifat koloid, yaitu:
1.    Sifat optik
Partikel koloid dapat menghamburkan cahaya. Suatu berkas cahaya apabila dilewatkan dalam larutan koloid, maka berkas cahaya tadi akan kelihatan. Sedangkan jika berkas cahaya dilewatkan dalam larutan sejati, maka berkas cahaya tidak akan kelihatan. Peristiwa ini dikemukakan Tyndall tahun 1869 sehingga peristiwa ini disebut sebagai efek Tyndall.
2.    Sifat kinetik
Sifat kinetiknya disebabkan oleh dua hal yaitu gerakan termal yang terjadi dalam skala mikroskopis. Saat itu Brown meneliti serbuk sari biji-bijian dalam air dan menemukan bahwa partikel-partikel serbuk sari bergerak berliku-liku yang
tidak teratur dan acak. Gerakan partikel koloid yang acak dan berlika-liku ini kemudian diberi nama gerak Brown. Kedua sifat kinetik koloid di pengaruhi oleh gravitasi. Adanya gravitasi bumi menyebabkan partikel-partikel koloid yang besar dapat mengendap.
3.    Sifat listrik
Partikel koloid mempunyai muatan dipermukaannya karena adanya pengionan dan penyerapan muatan. Beberapa sifar listrik koloid seperti elektroforesis (gerak partikel koloid bermuatan oleh pengaruh medan listrik), elektroosmosis (gerak partikel koloid bermuatan melalui membran semipermeabel oleh pengaruh medan listrik), potensial aliran (partikel koloid dipaksa bergerak melalui pori membran), potensial sedimentasi (partikel koloid bermuatan mengendap karena pengaruh perbedaan potensial).
Gerak Brown yang ditemukan oleh Robert Brown (botaniwan Skotlandia) dengan mengamati gerakan partikel tepung sari dalam air menggunakan mikroskop merupakan akibat dari kocokan acak tetapi tetap pada partikel oleh molekul pelarut. Tahun 1905, Albert Einstein menunjukkan bagaimana gerak partikel Brown dapat diperikan pada tingkat mikroskopik, hasil karyanya ini adalah salah satu penjelasan yang paling menonjol dan meyakinkan mengenai hipotesis molekuler dan teori kinetik materi yang akhirnya menghasilkan penetapan bilangan Avogadro secara cermat (Oxtoby, dkk. 2001: 179).
Selain gerak Brown terdapat pula Adsorpsi dalam koloid. Adsorpsi adalah penempelan zat asing pada permukaan suatu partikel koloid. Zat-zat teradsorpsi dapat terikat kuat membentuk lapisan yang tebalnya tidak lebih dari satu atau dua partikel. Banyaknya zat asing yangdapat diadsorpsi bergantung pada luas permukaan partikel koloid. Jika permukaan partikel koloid bermuatan positif, maka zat asing yang menempel harus bermuatan negatif begitupula sebaliknya. Akibat dari kemampuan partikel koloid dapat mengadsorpsi partikel lain, maka sistem koloid dapat berbentuk agregat yang sangat besar berupa jaringan seperti pada jeli. Agregat yang sangat besar tersebut dapat dipecah menjadi agregat kecil seperti pada sol (Sunarya, 2012: 47).
Adsorpsi di dalamnya terdapat reaksi adsorpsi. Reaksi adsorpi terjadi akibat adanya pertukaran ion antara kation adsorbat dengan antarlapis adsorben seperti adsorben ion H+. Mekanisme reaksi pada proses adsorpsi tersebut disebabkan oleh adanya gugus fungsional, misalnya gugus fungsional silanol yang dominan karena aktivitas asam sulfat (Atandawu, 2013: 209).
Ada pula istilah emulsi dalam koloid. Emulsi merupakan koloid dengan kondisi setengah stabil yang dibuat dari dua cairan yang tidak saling bercampur, dimana salah satu zat didispersikan ke dalam zat yang lain dengan adanya suatu zat aktif permukaan. Emulsi dapat berupa emulsi membran cair, emulsi membran cair adalah sistem tiga fasa yang distabilkan oleh sebuah pengemulsi yang dapat ditambahkan 5% atau lebih pada membran cair. Dalam teknik emulsi membran cair, masalah utama menyangkut kestabilan emulsi, dimana kestabilan yang rendah menyebabkan pemisahan parsial membran yang akan menyebabkan penurunan efisiensi secara keseluruhan. Faktor-faktor mempengaruhi kestabilan
emulsi seperti pengaruh jenis surfaktan, waktu emulsifikasi, jenis pelarut organik, dan laju emulsifikasi (Hamzah, dkk. 2013: 77).
D.  ALAT DAN BAHAN
1.    Alat
a.    Gelas ukur 10 mL                                      2 buah
b.    Rak tabung reaksi                                       1 buah
c.    Botol semprot                                             1 buah
d.    Tabung reaksi sedang                                5 buah
e.    Tabung reaksi kecil                                    1 buah
f.     Gelas kimia 100 mL                                   5 buah
g.    Gelas kimia 250 mL                                   1 buah
h.    Pembakar spiritus                                       1 buah
i.      Kaki tiga dan kasa asbes                            1 buah
j.      Labu erlenmeyer 100 mL                           2 buah
k.    Sendok plastik                                            2 buah                                                
l.      Pipet tetes                                                   8 buah
m.  Penjepit tabung                                          1 buah
n.    Stopwatch                                                  1 buah
o.    Cawan penguap                                          1 buah
p.    Mortar                                                        1 buah
2.    Bahan
a.    Larutan besi (III) klorida jenuh                  (FeCl3)
b.    Larutan perak nitrat encer                          (AgNO3)
c.    Larutan natrium klorida encer                       (NaCl)
d.    Larutan asam nitrat encer                             (HNO3)
e.    Larutan kalsium asetat jenuh                         (Ca(CH3COOH)2)
f.     Larutan iod                                                 (I2)
g.    Aquades                                                      (H2O)
h.    Kertas saring
i.      Tepung kanji atau amilum
j.      Benzena                                                      (C6H6)
k.    Air sabun (natrium oleat)
l.      Etanol 95%                                                 (C2H5OH)
m.  Gula pasir kotor
n.    Norit
o.    Tissue
p.    Korek Api

E.  PROSEDUR KERJA
1.    Pembuatan koloid Fe(OH)3
a.    25 ml air dipanaskan sampai mendidih.
b.    Larutan FeCl3 jenuh ditambahkan setetes demi setetes sambil diaduk sampai larutan berubah warna menjadi merah cokelat.
2.    Koagulasi
a.    2 Gelas kimia 100 mL disediakan.
b.    25 mL air dimasukkan dalam masing-masing gelas kimia tersebut.
c.    1 mL larutan perak nitrat encer, 1 mL larutan NaCl encer dan 5 mL larutan HNO3 encer ditambahkan ke dalam masing-masing gelas kimia tersebut.
d.    Salah satu gelas kimia didiamkan sedangkan yang lain dipanaskan sampai mendidih.
e.    Kecepatan koagulasi dari kedua peristiwa ini dibandingkan.
3.    Dispersi
a.    Satu sendok teh amilum (tepung kanji) diambil dan dicampurkan dengan 10 mL air dalam suatu gelas kimia. Kemudian, campuran diaduk dan disaring dengan menggunakan kertas saring.
b.    Satu sendok teh amilum (tepung kanji) diambil lagi dan digerus sampai halus dalam mortar dengan 10 mL air. Kemudian campuran disaring.
c.    Filtrat A dan B dibandingkan, kemudian ke dalam filtrat B ditambahkan beberapa tetes larutan iod.
4.    Emulsi
a.    1 mL benzena dimasukkan dalam tabung reaksi.
b.    10 mL aquades ditambahkan ke dalam tabung reaksi lalu dikocok dengan keras.
c.    Tabung reaksi diletakkan pada rak tabung dan waktu diamati selama proses pemisahan kedua zat tersebut menjadi dua lapisan kembali.
d.    Campuran tersebut lalu ditambahkan dengan 15 tetes larutan natrium oleat (Air sabun) dan dikocok dengan kuat. Campuran diamati, apakah terjadi pemisahan kembali.

5.    Pembuatan gel
a.    1,5 mL larutan kalsium asesat jenuh dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
b.    8,5 mL etanol 95% dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang lain.
c.    Kedua larutan dicampurkan secara bersama ke dalam wadah gelas dengan segera.
d.    Sedikit gel yang terbentuk dimasukkan dalam cawan penguap lalu dibakar dengan menggunakan korek api.
6.    Adsorpsi
a.    1 sendok gula pasir merah (kotor) dilarutkan dalam 10 mL air dalam tabung reaksi.
b.    Setengah sendok norit ditambahkan ke dalam tabung reaksi tersebut.
c.    Tabung reaksi diletakkan dalam bejana gelas yang berisi air panas.
d.    Tabung reaksi dikocok berkali-kali dan setelah 10 menit isi tabung reaksi disaring menggunakan kertas saring dan dimasukkan dalam tabung reaksi yang bersih.
e.    Warna larutan diamati dan dibandingkan dengan larutan sebelumnya.
F.   HASIL PENGAMATAN
No
Percobaan
Hasil Pengamatan
1
Pembuatan Koloid Fe(OH)3
FeCl3 + H2O panas
Larutan berwarna merah cokelat.
2
Koagulasi
a.    25 mL H2O+1 mL AgNO3 encer+1 mL NaCl encer+5 mL HNO3 encer (didiamkan).
b.    25 mL H2O+1 mL AgNO3 encer+1 mL NaCl encer + 5 mL HNO3 encer (dipanaskan)

Larutan berwarna putih. Pada percobaan ini terbentuk produk AgCl. Reaksinya membutuhkan waktu yang lama untuk terbentuk endapan.
Larutan berwarna putih. Membutuhkan waktu yang cepat untuk terbentuk endapan dengan bantuan pemansan. Senyawa yang terbentuk AgCl dan larutan berubah menjadi agak bening.
3
Dispersi
a.    10 mL H2O + 1 sendok amilum lalu disaring
b.    10 mL H2O + 1 sendok amilum + 3 tetes larutan Iod lalu disaring
c.    Filtrat A dan filtrat B dibandingkan

Larutan berwarna bening.

Larutan berwarna biru keunguan.


Filtrat A berwarna bening.
Filtrat B berwarna keruh.
4
Emulsi
a.    1 mL C6H6 + 10 mL H2O lalu dikocok
b.    15 tetes larutan Natrium oleat ditambahkan ke dalam campuran a.

Terbentuk 2 lapisan.

Saat ditambahkan 15 tetes natrium oleat lalu dikocok tidak timbul 2 lapisan pada larutan, setelah diamati selama 10 menit terbentuk 2 lapisan, lapisan atas nampak keruh dan terdapat buih dan lapisan bawah bening.
5
Pembuatan Gel
1,5 mL Ca(CH3COOH)2 + 8,5 mL etanol 95%

Terbentuk gel berwarna bening.
Setelah dibakar, terbentuk api tak berwarna. Gel bersifat mudah terbakar.
6
Adsorpsi
1 sendok gula pasir kotor + ½ sendok norit, lalu dikocok dan dipanaskan

Larutan gula nampak hitam setelah dikocok dan nampak bening kecokelatan. Setelah disaring larutan nampak lebih jernih dari sebelumnya.

G.  PEMBAHASAN
Suatu sistem koloid terdiri dari dua bagian yaitu fasa pendispersi dan fasa terdispersi, yaitu dimana terdapat partikel-partikel koloid pada sistem koloid bila dilakukan pencampuran akan saling bercampur tatapi setelah didiamkan dalam waktu yan cukup lama akan terjadi sedikit pemisahan kembali antara komponen-komponen yang dicampurkan. Umumnya suatu sistem dapat dinyatakan dalam berdasarkan ukuran partikelnya yaitu berdiameter antara  sampai   cm. ukuran larutan sejati diameter parrikelnya  cm dan untuk suatu suspensi adalah  cm (Tim Dosen Kimia Dasar, 2017: 9).
Tujuan dari praktikum ini yaitu mempelajari cara pembuatan dan sifat koloid. Percobaan ini dilakukan dengan 6 jenis percobaan yaitu sebagai berikut:
1.      Pembuatan koloid Fe(OH)3
Pembuatan kolid Fe(OH)3  merupakan proses pembuatan koloid cara kondensasi karena terjadi proses pengubahan molekul FeCl3 menjadi partikel Fe(OH)3. Pembuatan koloid dengan cara kondensasi ini dilakukan melalui proses reaksi hidrolisis FeCl3 sebagai fase terdispersi karena larutan ini memberikan reaksi terhadap air dang sebagai fase pendispersi adalah H2O. pembuatan koloid dilakukan di air mendidih berfungsi agar larutan FeCl3 dan H2O lebih cepat terionisasi. Penggunaan koloid ini menggunakan prinsip hidrolisis ketika senyawa FeCl3 bereaksi dengan air. Maka Fe akan terionkan dalam air dan membentuk ikatan dengan ion OH- yang ada didalama air sehingga menghasilkan produk Fe(OH)3.
            Dalam konteks ini garam yang digunakan adalah FeCl3 yang mengalami reaksi hidrolisis akan membentuk ikatan basa lemah dan bersisa ion-ion H+ yang membuat campuran tersebut bersifat asam. Penelitian FeCl3 kedalam air yang mendidih  karena FeCl3 hanya bisa terionkan dalam suhu yang tinggi. Adapun bentuk reaksinya sebagai berikut :
FeCl3(aq) + 3H2O(aq) à 3HCl(aq) + Fe(OH)3(koloid)
Reaksi diatas terbentuk sol cair atau sol Fe(OH)3 karena berada pada medium pendispersi yang diperoleh dari reaksi kimia yang dapat ditandai dengan adanya perubahan warna yang terjadi pada H­2O saat pencampuran FeCl3 yaitu berwarna coklat.
2.    Koagulasi
            Menurut Mulyanto (2000: 137) kougulasi merupakan salah satu sifat koloid. Proses kougulasi dilakukan dengan menambah koagulasi kedalam air yang ditandai dengan terbentuknya gumpalan. Percobaan ini dilakukan penambahan HNO3 pada air yang berfungsi sebagai katalis sehingga reaktan lebih cepat terjadi dan untuk memberikan suasana asam pada larutan. Dalam percobaan ini dilakukan 2 perlakuan yang berbeda, yang pertama gelas kimia dipanasakan sedangkan yang kedua tidak dipanaskan. Perlakukan yang erbeda dalam percobaan ini untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap proses koagulasi. Percobaan koagulasi ini digunakan NaCl encer yang berfungsi untuk membentuk lapisan sekunder ketika bereaksi dengan AgNO3 membentuk gumpalan Na+ dan NaCl yang akan berikan dengan NO3- dari AgNO3 membentuk ikatan NaNO3 sedangkan fungsi dari AgNO3 yaitu sebagai pembentuk endapan dari partikel koloid. Senyawa yang akan terionkan menjadi Ag+  dan NO3- dimana Ag akan berikatan dengan Cl membentuk AgCl dalam bentuk koloid yang akan terbentuk. Reaksinya sebagai berikut :
AgNO3(aq) + NaCl(aq)  AgCl(endapan putih) + NaNO3(aq).
            Semakin tinggi suhu yang dimiliki maka semakin cepat pula laju reaksinya. Begitu pula sebaiknya apabila suhu yang dimiliki pada kurang maka laju reaksinya pun berjalan lambat yang mengakibatkan hilangnya kestabilan larutan HNO3 sebagai katalis yaitu zat yang mempercepat laju reaksi pada suhu tertentu tapi tidak ikut bereaksi.
3.    Dispersi
            Percobaan ini terdapat dua perlakuan yang berbeda dengan hasil yang berbeda pula. Dilakukan dua perlakuan yang berbeda bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggerusan terhadap proses dispersi pada perlakuan pertama filtrat A, dimana mencampurkan kanji dengan air lalu diaduk sampai larut tanpa penggerusan sedangkan pada perlakuan kedua yaitu filtrat B, dimana dilakukan penggerusan untuk memperoleh partikel yang lebih kecil.
            Setelah disaring, pada filtrat A menghasilkan warna bening (tidak berwarna) dan filtrat B keruh setelah diambahkan iod berubah menjadi biru keunguan. Hal ini menunjukkan bahwa larutan  pada filtrat A bukan koloid karena ukuran  partikelnya besar sehingga pada saat disaring partikel-partikel yang ukurannya lebih besar dari koloid tidak dapat melewati kertas saring sedangkan pada filtrate B adalah koloid karena sebelumnya amilum digerus atau gumpalan materinya diubah menjadi lebih kecil sehingga tersebar dan berukuran koloid. Ditambah larutan iod untuk membuktikan adanya amilum atau partikel amilum dapat bereaksi dengan iod ditandai dengan larutan berwwarna biru keunguan.
4. Emulsi
            Emulsi adalah sistem heterogen yang terdiri dari sedikitnya satu cairan tidak saling campur yang terdispersi dalam cairan lainnya dalam bentuk droplet atau partikel dengan diameter kira-kira 0,1 m. Emulsi adalah campuran yang tidak stabil. Percobaan ini benzena dan air ditambahkan kedalam tabung reaksi dan dikocok. Campuran tersebut membentuk dua lapisan karena adanya perbedaan kepolaran dan berat jenis. Air bersifat polar daripada benzena. Berat jenis air 1 gr/cm3 sedangkan berat jenis benzena berada 0,89  gr/cm3. Oleh sebab itu, pada lapisan tersebut benzena berada pada lapisan atas dan air pada lapisan bawah. Kemudian ditambahkan dengan larutan natrium oleat untuk menstabilkan emulsi dan bersifat semi polar yang dapat melarutkan larutan polar dan larutaan  non polar. Dalam percobaan ini yang bertindak sebagai medium pendispersi adalah air, sedangkan terdispersi adalah benzena.
5. Pembuatan gel
            Gel adalah campuran koloida antara dua zat berbeda fase, padat dan cair. Percobaan ini kalsium asetat direaksikan dengan etanol 95o%. Untuk menghasilkan gel pencampuran kedua bahan ini harus dilkukan secara bersamaan karena etanol merupakan bahan zat yang mudah menguap sehingga jika tidak dicampur bersamaan maka tidak akan terbentuk gel. Terbentuk gel yang berwarna hitam dengan reaksi:
            2C2H5OH + Ca(CH3COO)2     2CH3COOC2H5 + Ca(OH)2
Setelah terbentuk gel, gel kemudian dibakar dan terbentuk api yang berwarna biru tapi tidak terlalu nampak. Gel bersifat mudah terbakar. Adapun persamaan reaksinya:
            C2H5OH + 3O2  2CO2 + 3H2O
6.    Adsorpsi
Percobaan ini dilakukan dengan melarutkan gula pasir kotor ke dalam air dalam tabung reaksi lalu ditambahkan norit kemudian dipanaskan oleh air panas setelah itu dikocok dan disaring. Hal yang didapatkan larutan akhir lebih bening daripada larutan awal (ketika gula dilarutkan dalam air), hal ini disebabkan karena norit mengadsorpsi ion sejenisnya sehingga partikel-partikel yang ada pada larutan gula pasir terserap dan ketika proses penyaringan larutannya akan tampak lebih jernih.
H.  KESIMPULAN DAN SARAN
1.    Kesimpulan
a.    Pembuatan koloid terdiri atas dua cara yaitu kondensasi dan dispersi. Kondensasi merupakan proses perubahan molekul-molekul menjadi partikel-partikel koloid sedangkan cara dispersi merupakan proses perubahan partikel-partikel besar diubah menjadi partikel-partikel dengan ukuran koloid. Beberapa contoh koloid dalam percobaan adalah emulsi dan gel. Emulsi merupakan salah satu sistem koloid ketika suatu zat cair didespersikan pada zat cair lain (yang tidak saling melarutkan) dan gel adalah sol liofil yang berbentuk setengah padat dan pembentukannya dapat dianggap sebagai pengendapan sol yang tidak sempurna.
b.    Beberapa sifat koloid pada percobaan ini, yaitu :
1.    Koagulasi adalah keadaan ketika partikel-partikel membentuk gumpalan yang besar atau mengalami penggumpalan.
2.    Adsorpsi adalah proses melekatnya suatu zat pada permukaan padatan atau cairan.
2.    Saran
a.    Saat melakukan kegiatan percobaan mahasiswa perlu memastikan kelengkapan alat dan bahan serta mengenali fungsi alat dan bahan yang akan digunakan.
b.    Saat melakukan kegiatan percobaan mahasiswa perlu secara teliti mengukur atau menakar jumlah zat yang digunakan dan diperlukan keterampilan dalam penggunaan alat untuk mencegah kegagalan dan kecacatan dalam hasil pengamatan.
c.    Saat melakukan kegiatan percobaan diperlukan kerja sama tim yang baik demi kelancaran dan kesuksesan kegiatan percobaan.


DAFTAR PUSTAKA
Atandawu, Novita Rambu. Widihati, Ida Ayu Gede, dan Suarsa, I Wayan. 2013. Adsorpsi Kation Pb(II) dan Cr(III) Oleh Batu Padas Jenis Ladgestone Teraktivasi H2SO4 dan NaOH. Jurnal Kimia. Vol.7, No.2: 209.

Hamzah, Baharuddin.  Tuljannah, Naima dan Diharnaini. 2015. Ekstraksi Ion Tembaga(II) dengan Emulsi Membran Cair Menggunakan Ditizon sebagai Pembawa Kation. Jurnal Akad.Kim. Vol.2, No.2: 77.

Keenan, Charles W. Kleinfelter, Donald C dan Wood, Jesse H. 1986. Kimia Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.

Oxtoby, David W. Gillis, H.P. Nachtrieb, Norman H. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern Edisi Keempat Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Partana, Crys Fajar. Pratomo Al, Heru. Theresih, Karim, dan Suharto. 2003. Kimia Dasar 2 Edisi Revisi. Jakarta: JICA.

Sriwahyuni, Heru dan Suryantoro. 2015. Pengaruh Ukuran Butir Koloid Terhadap Deposisi Koloid pada Tanah Sekitar Fasilitas Penyimpanan Lestari Limbah Radioaktif. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII. ISSN 1410-6086: 212-213.

Sunarya, Yayan. 2012. Kimia Dasar 2 Berdasarkan Prinsip-prinsip Kimia Terkini. Bandung: Yrama Widya.

Yunilda. 2008. Pembuatan Koloid 188Renium-Sn sebagai Senyawa Terapi Radiosinovektomi. Jurnal Sains Materi Indonesia. ISSN 1411-1098: 50.










PERTANYAAN DAN JAWABAN
1.    Berikan minimal 2 contoh koloid yang dapat dibuat secara dispersi dan dengan cara kondensasi!
2.    Bagaimana cara mengetahui muatan dari suatu koloid? Jelaskan.
3.    Jelaskan secara singkat tentang dialisis suatu koloid.
Jawaban
1.    a)    cara dispersi, contohnya pembuatan sel Fe(OH3)3 dan pembuatan sel Al(OH)3 .
b)    cara kondensasi, contohnya sol besi (III) hidroksida dibuat dengan cara menambahkan larutan besi (III) klorida dalam air panas dan pembuatan sol emas dengan cara mereduksi emas klorida dengan timag (II) klorida.
2. Cara mengetahui muatan dari suatu koloid dengan pergereakan partikel dalam muatan elektrik. Apabila kedalam sistem koloid dimasukkan elektrode kemudian dihubungkan dengan sumber arus searah, maka partikel koloid akan bergerak ke salah satu elektrode bergantung pada jenis muatannya. Koloid bermuatan negatif akan bergerak ke katoda dan koloid bermuatan positif akan bergerak ke anoda.
3. Dialisis adalah kemampuan koloid untuk memisahkan ion-ion penganggu dengan sifatnya yang semipermeabel yang berfungsi sebagai penyaring. Cara kerjanya yaitu koloid dimasukan kedalam kantung (selaput semipermeabel), saat kantung dimasukkan dalam air, partikel koloid akan tetap tinggal di dalam kantung tersebut. Cara ion ini didasarkan pada fakta bahwa partikel koloid tidak dapat menembus mebran seperti selofan. Agar molekul menembus membran lebih cepat dilakukan dengan cara memberikan perbedaan potensial pada membran.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Kimia Dasar Lanjut, Standarisasi Larutan NaOH 0,1 N dan Penentuan Kadar Asam Cuka

Laporan Kimia Dasar Lanjut, Reaksi Reduksi Oksidasi