Laporan Kimia Dasar Lanjut, Reaksi Reduksi Oksidasi
HALAMAN PENGESEHAN
Laporan
Lengkap Kimia Dasar Lanjut dengan judul “Reaksi
Reduksi Oksidasi” disusun oleh :
Nama :
Dian Fitrah Ardita R
NIM :
1613040015
Kelompok : VI
(enam)
telah diperiksa dan
dikoreksi oleh Asisten dan Koordinator Asisten, maka dinyatakan diterima.
Makassar, April 2017
Koordinator Asisten Asisten
Dwi Kurniawan Haslianah
NIM. 1413041006 NIM. 1413040008
Mengetahui,
Dosen
Penanggung Jawab
Dra.
Hj. Sumiati Side, M.Si
NIP. 19610923 198503 2
002
A.
JUDUL PERCOBAAN
Reaksi Reduksi Oksidasi
B.
TUJUAN PERCOBAAN
Adapun tujuan percobaan ini adalah
mempelajari reaksi-reaksi reduksi oksidasi.
C.
LANDASAN TEORI
Reaksi oksidasi dan reduksi
merupakan reaksi yang menggabungkan ion, dalam hal ini bilangan oksidasi
(valensi) spesi-spesi yang bereaksi tidak mengalami perubahan. Namun, ada
beberapa reaksi yang menunjukkan keadaan oksidasi berubah yang disertai dengan
pertukaran elektron antara pereaksi, ini disebut reaksi oksidasi-reduksi atau
disingkat reaksi redoks. Berdasarkan sejarahnya istilah oksidasi diterapkan
untuk proses-proses ketika oksigen diambil oleh suatu zat dan reduksi dianggap
sebagai proses ketika oksigen diambil dari dalam suatu zat. Kehilangan hidrogen
dapat juga disebut sebagai oksidasi dan penangkapan hidrogen disebut sebagai
reduksi. Reaksi-reaksi lain yang tidak melibatkan oksigen dan hidrogen belum
dapat digolongkan sebagai oksidasi dan reduksi sebelum munculnya definisi umum
oksidasi dan reduksi yang didasarkan pada pelepasan dan pengambilan elektron (Svehla,
dkk. 1997: 107).
Reaksi redoks (reduksi-oksidasi)
melibatkan keadaan transfer elektron sehingga akan terjadi perubahan tingkat
atau bilangan oksidasi dari spesies yang berkaitan. Identifikasi pada tingkat oksidasi
atau bilangan oksidasi spesies yang terlibat dalam reaksi perlu dilakukan untuk
mengetahui jumlah elektron yang terlibat. Secara sederhana, bilangan oksidasi
didefinisikan sebagai bilangan positif atau negatif yang mengarah pada muatan
suatu spesies saat elektron-elektron dianggap terdistribusi pada atom-atom
menurut aturan yang sesuai. Aturan distribusi tersebut yakni secara ionik bagi
spesies heteronuklir yang berarti terjadi perpindahan elektron pada atom yang
lebih bersifat elektronegatif dan secara kovalen murni bagi spesies homonuklir
(Sugiyarto, 2004: 111).
Reaksi oksidasi dalam kimia organik
umumnya disebut sebagai penambahan oksigen kedalam molekul atau lepasnya
hidrogen dari suatu molekul. Reaksi reduksi diartikan sebagai masuknya hidrogen
ke dalam molekul organik atau keluarnya oksigen dari dalam molekul organik.
Batasan yang lebih umum pada reaksi oksidasi-reduksi adalah berdasarkan
pemakaian bilangan oksidasi pada atom karbon dengan cara memasukkan bilangan
oksidasi pada keempat ikatannya. Contohnya, atom H yang berikatan dengan atom C
memiliki bilangan oksidasi -1, atom C yang berikatan dengan atom C memiliki
bilangan oksidasi 0, dan atom C jika berikatan tunggal pada heteroatom seperti
oksigen, nitrogen, dan sulfur maka atom C memiliki bilangan oksidasi +1
(Riswiyanto, 2009: 108).
Oksidasi dapat didefinisikan sebagai
suatu proses yang menyebabkan hilangnya satu atau lebih elektron dari dalam zat
berupa atom, ion atau molekul. Saat suatu unsur dioksidasi maka keadaan
oksidasinya akan berubah ke harga atau nilai yang lebih positif. Suatu zat
pengoksidasi adalah zat yang memperoleh elektron dan saat proses itu, zat itu
direduksi. Reduksi adalah suatu proses yang mengakibatkan didapatkannya satu
atau lebih elektron oleh zat berupa atom, ion atau molekul. Saat suatu unsur
direduksi, keadaan oksidasi berubah menjadi lebih negatif, sehingga suatu zat
pereduksi adalah zat yang kehilangan elektron dan dalam proses itu, zat
tersebut dioksidasi. Definisi tersebut sangat umum sehingga dapat berlaku untuk
proses dalam zat padat, lelehan atau gas. Proses oksidasi dan reduksi
berlangsung bersamaan karena elektron-elektron yang dilepaskan oleh sebuah zat
harus diambil oleh zat yang lain. Oleh karena itu reaksi oksidasi-reduksi atau
reaksi redoks akan merujuk pada proses-proses yang melibatkan serah terima
muatan (Svehla, dkk. 1997: 108).
Menurut Sugiyarto (2004: 111)
bilangan oksidasi dapat ditentukan berdasarkan aturan berikut:
1.
Bilangan oksidasi
untuk setiap atom unsur adalah nol.
2.
Bilangan oksidasi
ion monoatomik adalah sama dengan muatan ion yang bersangkutan.
3.
Jumlah aljabar
bilangan oksidasi suatu spesies poliatomik netral adalah nol dam suatu spesies
ion poliatomik sama dengan muatan ion yang bersangkutan.
4.
Dalam suatu
senyawa, unsur yang lebih elektronegatif mempunyai bilangan oksidasi negatif
dan unsur yang lebih elektropositif mempunyai bilangan oksidasi positif.
5.
Untuk suatu
senyawa yang dalam molekulnya tersusun lebih dari satu atom yang sama, dikenal
adanya bilangan oksidasi rata-rata maupun bilangan oksidasi individual bagi
masing-masing atom berdasarkan ikatannya. Jadi atom unsur yang sama dalam satu
molekul dapat memiliki tingkat oksidasi yang berbeda dan ini sebagi dampak dari
kedudukan ikatan yang berbeda pula.
Menurut Sukardjo (1985: 264) Oksidasi
adalah reaksi pelepasan elektron dan reduksi adalah reaksi pengikatan elektron.
Contohnya, saat logam Zn dimasukkan kedalam larutan yang berisi Zn+
terdapat beda potensial antara larutan dan elektrode, begitupula dengan saat
logam inert seperti Pt dimasukkan dalam larutan yang berisi ion dalam bentuk
reduksi dan oksidasinya akan timbul beda potensial antara larutan dan
elektrodenya yang disebut potensial redoks. Besarnya potensial redoks,
dinyatakan oleh rumus:
Berdasarkan perkembangannya, reaksi redoks dimulai dari
pemahaman batasan yang tradisional yaitu reaksi oksidasi adalah reaksi
pengikatan oksigen atau reaksi pelepasan hidrogen dan pelepasan elektron
sedangkan reaksi reduksi adalah reaksi pelepasan oksigen atau reaksi pengikatan
hidrogen atau pengikatan elektron. Batasan lain menyebutkan bahwa reaksi
oksidasi adalah reaksi penaikan bilangan oksidasi dan reaksi reduksi adalah
reaksi penurunan bilangan oksidasi. Reaksi reduksi dan reaksi oksidasi
berlangsung secara bersamaan yang berarti bahwa ada spesies yang teroksidasi
dan spesies lain tereduksi sehingga penamaan yang lebih tepat adalah reaksi
reduksi-oksidasi atau reaksi redoks. Contohnya, saat sebatang tembaga
dicelupkan ke dalam larutan perak nitrat maka lapisan putih mengkilat akan
muncul pada permukaan batang tembaga dan larutan berubah menjadi biru. Dalam
hal ini bilangan oksidasi tembaga meningkat dari 0 menjadi +2 dan bilangan
oksidasi perak turun dari +1 menjadi 0, jadi tembaga mengalami oksidasi dan
perak mengalami reduksi (Sugiyarto, 2004: 112-113).
Menurut Svehla, dkk (1997: 110-111) zat-zat yang terlibat
dalam kesetimbangan kimia dalam reaksi
setengah sel membentuk sistem redoks. Sistem redoks dapat dikelompokkan dalam
dua kategori, yaitu:
1.
Sistem redoks biasa
adalah sistem yang menunjukkan bahwa dalam oksidasi dan reduksi zat yang
dipertukarnya hanya elektron.
2.
Sistem redoks dan asam
basa gabungan adalah sistem yang tidak hanya melibatkan pertukaran elektron
tetapi juga melibatkan pertukaran proton seperti dalam sistem asam-basa. Sistem
ini adalah gabungan dari tahap redoks
dan asam-basa.
Potensial
reduksi berkaitan dengan sel elektrokimia. Suatu sel elektrokimia terdiri atas
dua eletrode yang berupa dua setengah sel, yakni setengah sel reduksi dan
setengah sel oksidasi yang memiliki nilai potensial reduksi standar bagi
masing-masing elektrodenya. Nilai potensial reaksi redoks yang terjadi disebut
sabagai potensial sel yang menunjukkan perbedaan voltase antara kedua elektrode
yang sering disebut electromotive force (emf)
sel atau Esel.
Jadi, saat satu sel
dibangung oleh Cu(S)|Cu2+(aq) || Ag+(aq)|Ag(s),
maka sel ini mempunyai nilai potensia standar (Eºsel) sebesar
+0,46V. Cara penulisan lambang sel ini adalah anode || katode, simbol ||
disebut jembatan garam penghubung, | disebut tanda pembatas fase yang berbeda
dan tanda koma digunakan jika fasenya sama. Anode tersusun oleh eletrode
diikuti elektrolitnya dan katode tersusun oleh elektrolit diikuti elektrodenya
(Sugiyarto, 2004: 117).
Proses elektrokimia tersebut mengakibatkan logam
mengalami kemerosotan atau kerusakan sifat logam yang disebut sebagai korosi.
Korosi berasal dari bahasa latin “corrodere” yang artinya perusakan logam atau
berkarat akibat lingkungannya. Korosi adalah suatu reaksi reduksi oksidasi
antara logam dengan berbagai zat yang ada dilingkungannya sehingga akan
menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak dikehendaki (Hadi, 2015: 74).
Menurut Sukardjo (1985: 267-268) terdapat beberapa cara
penetapan potensial redoks, yaitu:
1.
Cara potensiometri
Potensial redoks ditetapkan dengan memasukkan elektrode
Pt ke dalam larutan dan mengukur potensialnya terhadap elektrode pembanding,
seperti elektrode kalomel. Cara ini memberikan hasil yang baik untuk sistem
redoks anorganik. Cara ini digunakan juga pada titrasi potensiometri oksidasi
reduksi dan dilakukan untuk zat-zat organik dan cairan biologi. Umumnya oksigen
udara dapat bereaksi dengan beberapa sistem redoks, hal ini dapat dicegah
dengan mengukur potensialnya dalam bejana tertutup berisi gas inert, seperti
nitrogen yang dimasukkan kedalam larutan.
2.
Cara kalorimetri
Cara ini menggunakan indikator redoks dan diupayakan agar
potensial
redoks dan indikator
berdekatan dengan potensial redoks larutan yang diselidiki. Perubahan warna
indikator harus tajam dan tidak dipengaruhi oleh warna larutan yang ditentukan.
Warna larutan yang diperoleh dibandingkan dengan warna-warna standar yang telah
dibuat, warna yang cocok menunjukkan potensial redoks dari larutan. Cara ini
banyak dipakai untuk menentukan potensial redoks sel-sel hidup karena cara
potensiometri tidak memungkinkan. Indikator redoks disuntikkan kedalam sel atau
dibiarkan berdifusi melalui dinding sel.
Reaksi reduksi oksidasi ada kaitannya dengan anoda dan
katoda. Saat di anoda akan terjadi reaksi oksidasi terhadap anion (ion
negatif). Contohnya, anoda yang terbuat dari logam seperti aluminium akan
mengalami reaksi oksidasi membentuk Al3+. Gas hidrogen dari katoda
membantu flok Al(OH)3 dalam larutan yang terangkat ke permukaan
(Setianingrum, dkk. 2016: 96).
Sebelum teori reaksi redoks dirumuskan, sel galvani telah
dipelajari secara meluas sehingga penafsiran reaksi redoks secara tradisional
di dasarkan pada gejala yang berlangsung dalam sel galvani. Berdasarkan prinsip
kerja sel volta/galvani, dua elektrode berbeda yang dimasukkan ke dalam larutan
elektrolit akan menghsilkan energi listrik sebagai hasil reaksi kimia yang
berlangsung spontan, yakni reaksi redoks. Elektron akan terus berpindah pada
proses ini dari anode (proses oksidasi) menuju katode (proses reduksi) dan
dalam larutan elektrolit, muatan diangkut oleh kation ke katode dan oleh anion
ke anode. Reaksi ini akan terus berulang hingga menghasilkan energi listrik
(Atina, 2015: 38).
Selain reaksi reduksi oksidasi, terdapat pula istilah
reaksi autoredoks. Salah satu contoh reaksi autoredoks adalah hujan asam yang
terjadi dalam kehidupan. Penyebab hujan asam adalah gas NO2 yang
berasal dari sisa pembakaran asap pabrik, pembangkit tenaga listrik yang
menggunakan batu bara dan sisa pembungan dari bahan bakar bermotor (Nugraha,
dkk. 2013: 30).
D.
ALAT DAN BAHAN
1.
Alat
a.
Tabung reaksi 3 buah
b.
Rak tabung reaksi 1
buah
c.
Gelas ukur 10ml 2 buah
d.
Pipet tetes 6 buah
e.
Botol semprot 1
buah
f.
Penjepit tabung 1 buah
g.
Lampu spiritus 1
buah
h.
Lap kasar dan lap halus 1 buah
2.
Bahan
a.
Larutan Kalium
permanganat (KMnO4) 0,1 M
b.
Larutan Ferro sulfat
(FeSO4) 0,1
M
c.
Larutan Natrium
tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 M
d.
Larutan Asam oksalat (H2C2O4) 0,1 M
e.
Larutan Asam sulfat (H2SO4) 1 M
f.
Aquades (H2O)
g.
Tissue
h.
Korek api
E.
PROSEDUR KERJA
1.
Semua alat dibersihkan
dan beberapa alat dicuci dengan air.
2.
1 ml KMnO4
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, 1 ml asam sulfat encer ditambahkan ke dalam
tabung tersebut.
3.
Beberapa tetes Ferro Sulfat
(FeSO4) ditambahkan ke dalam tabung, hal yang terjadi diamati
setelah penambahan tersebut.
4.
Perlakuan 1 diulangi,
lalu beberapa tetes Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)
ditambahkan ke dalam tabung, hal yang terjadi diamati setelah penambahan
tersebut.
5.
Perlakuan 1
diulangi, lalu larutan
Asam Oksalat (H2C2O4) 0,1
M
ditambahkan ke dalam
tabung reaksi tersebut. Kemudian larutan tersebut dipanaskan perlahan-lahan,
hal yang terjadi diamati setelah pemanasan tersebut.
F.
HASIL PENGAMATAN
No
|
Percobaan
|
Hasil Pengamatan
|
1
|
KMnO4 + H2SO4
+ FeSO4
|
Tidak mengalami perubahan warna,
larutan tetap berwarna ungu.
|
2
|
KMnO4 + H2SO4
+ Na2S2O3
|
Mengalami perubahan warna dari ungu
menjadi ungu kecokelatan
|
3
|
KMnO4 + H2SO4
+ H2C2O4
|
Mengalami perubahan warna dari ungu
menjadi ungu kehitaman serta muncul gelembung saat dipanaskan
|
G.
PEMBAHASAN
Reaksi
redoks (reduksi-oksidasi) melibatkan keadaan transfer elektron sehingga akan
terjadi perubahan tingkat atau bilangan oksidasi dari spesies yang berkaitan.
Identifikasi pada tingkat oksidasi atau bilangan oksidasi spesies yang terlibat
dalam reaksi perlu dilakukan untuk mengetahui jumlah elektron yang terlibat.
Secara sederhana, bilangan oksidasi didefinisikan sebagai bilangan positif atau
negatif yang mengarah pada muatan suatu spesies saat elektron-elektron dianggap
terdistribusi pada atom-atom menurut aturan yang sesuai. Aturan distribusi
tersebut yakni secara ionik bagi spesies heteronuklir yang berarti terjadi
perpindahan elektron pada atom yang lebih bersifat elektronegatif dan secara
kovalen murni bagi spesies homonuklir (Sugiyarto, 2004: 111).
Tujuan
pelaksanaan percobaan ini adalah mempelajari reaksi-reaksi reduksi oksidasi.
Adapun prinsip dasar dan prinsip kerja dari percobaan reaksi reduksi oksidasi,
prinsip dasarnya yaitu mereaksikan zat yang memiliki bilangan oksidasi dan
harga potensial reduksi. Prinsip kerjanya yaitu berdasarkan pada reaksi reduksi
oksidasi, dalam hal ini larutan KMnO4 bersifat oksidator dari
larutan uji dan sampel bersifat reduktor yang akan direaksikan hingga terjadi
perubahan.
Percobaan
ini diawali dengan memasukkan masing-masing 1 ml kalium permanganat kedalam
tabung reaksi lalu ditambahkan 1 ml asam sulfat. Kalium permanganat berfungsi
sebagai oksidator
yang mengalami reduksi dan asam sulfat berfungsi sebagai katalis yang
mempercepat laju reaksi. Saat larutan kalium permanganat ditambahkan dengan
asam sulfat encer diperoleh larutan yang berwarna ungu. Kemudian, masing-masing
tabung tersebut diberikan perlakuan berbeda.
Percobaan pertama,
setelah tabung pertama yang berisi kalium permanganat dan asam sulfat
ditambahkan beberapa tetes larutan ferro sulfat yang berfungsi sebagai reduktor,
larutan yang semula berwarna ungu tersebut tetap berwarna ungu karena saat
proses penambahan dilakukan pada suhu kamar. Pada suhu kamar, beberapa tetes
ferro sulfat yang ditambahkan pada tabung pertama tidak akan mengubah warna
larutan. Reaksi yang terjadi pada percobaan pertama yaitu:
2KMnO4 + 8H2SO4 + 10FeSO4 5Fe2(SO4)3 +
K2SO4 + 2MnSO4 +8H2O
Oksidasi : 10FeSO4 5Fe2(SO4)3
Reduksi : 2KMnO4 2MnSO4
Reaksi tersebut
menunjukkan bahwa KMnO4 bertindak sebagai oksidator dan FeSO4sebagai
reduktor. Berdasarkan reaksi yang dioksidasi adalah Fe karena mengalami
peningkatan bilangan oksidasi dari Fe2+ dalam FeSO4meningkat
menjadi Fe3+ dalam Fe2(SO4)3 dan
yang direduksi adalah Mn karena mengalami penurunan bilangan oksidasi dari Mn7+
dalam KMnO4 menjadi Mn2+ dalam MnSO4.
Percobaan kedua, setelah tabung kedua yang berisi kalium
permanganat dan asam sulfat ditambahkan beberapa tetes larutan natrium
tiosulfat yang berfungsi sebagai reduktor, larutan yang semula berwarna ungu mengalami
perubahan warna menjadi ungu kecokelatan. Perubahan warna tersebut terjadi
karena adanya reaksi yang berlangsung antara kedua zat dan perubahan warna
larutan menunjukkan bahwa larutan kalium permanganat mengoksidasi natrium
tiosulfat. Reaksi yang terjadi pada percobaan kedua yaitu:
8KMnO4
+ 7H2SO4 + 5Na2S2O3 8MnSO4
+ 5Na2SO4 + 4K2SO4 + 7H2O
Oksidasi : 5Na2S2O3
5Na2SO4
Reduksi : 8KMnO4 8MnSO4
Reaksi tersebut
menunjukkan bahwa KMnO4 bertindak sebagai oksidator dan Na2S2O3
sebagai reduktor. Berdasarkan reaksi yang dioksidasi adalah S karena
mengalami peningkatan bilangan oksidasi dari S2+ dalam Na2S2O3
meningkat menjadi S6+ dalam Na2SO4 dan yang
direduksi adalah Mn karena mengalami penurunan bilangan oksidasi dari Mn7+
dalam KMnO4 menjadi Mn2+ dalam MnSO4.
Percobaan ketiga, setelah tabung ketiga yang berisi kalium
permanganat dan asam sulfat ditambahkan beberapa tetes larutan asam oksalat
yang berfungsi sebagai reduktor lalu larutan tersebut dipanaskan
perlahan-lahan, larutan yang semula berwarna ungu mengalami perubahan warna
menjadi ungu kehitaman dan muncul gelembung saat dipanaskan. Perubahan warna
larutan menunjukkan bahwa larutan kalium permanganat mengoksidasi asam oksalat
dan munculnya gelembung saat dipanaskan menunjukkan terbentuknya gas karbon
dioksida. Reaksi yang terjadi pada percobaan ketiga yaitu:
2KMnO4 + 3H2SO4 + 5 H2C2O4
2MnSO4 + K2SO4
+ 10CO2 + 8H2O
Oksidasi : 5H2C2O4 10CO2
Reduksi : 2KMnO4 2MnSO4
Reaksi tersebut
menunjukkan bahwa KMnO4 bertindak sebagai oksidator dan H2C2O4
sebagai reduktor. Berdasarkan reaksi yang dioksidasi adalah C karena mengalami
peningkatan bilangan oksidasi dari C3+ dalam H2C2O4
meningkat menjadi C4+ dalam CO2 dan yang direduksi adalah
Mn karena mengalami penurunan bilangan oksidasi dari Mn7+ dalam KMnO4
menjadi Mn2+ dalam MnSO4.
H.
KESIMPULAN DAN SARAN
1.
Kesimpulan
Reaksi-reaksi
reduksi oksidasi pada percobaan ini ditandai dengan perubahan bilangan
oksidasinya. Reaksi reduksi oksidasinya seperti yang direduksi adalah unsur Mn
karena mengalami penurunan bilangan oksidasi dari Mn7+ dalam KMnO4
menjadi Mn2+ dalam MnSO4 dan yang dioksidasi adalah unsur
Fe, S, dan C karena mengalami peningkatan bilangan oksidasi yakni Fe dari Fe2+
dalam FeSO4meningkat
menjadi Fe3+ dalam Fe2(SO4)3, S
dari S2+ dalam Na2S2O3 meningkat
menjadi S6+ dalam Na2SO4, dan C dari C3+
dalam H2C2O4 meningkat menjadi C4+
dalam CO2.
2.
Saran
a.
Saat melakukan
kegiatan percobaan mahasiswa perlu memastikan kelengkapan alat dan bahan serta
mengenali fungsi alat dan bahan yang akan digunakan.
b.
Saat melakukan
kegiatan percobaan mahasiswa perlu secara teliti mengukur atau menakar jumlah
zat yang digunakan dan diperlukan keterampilan dalam penggunaan alat untuk
mencegah kegagalan dan kecacatan dalam hasil pengamatan.
c.
Saat melakukan
kegiatan percobaan diperlukan kerja sama tim yang baik demi kelancaran dan
kesuksesan kegiatan percobaan.
DAFTAR PUSTAKA
Atina. 2015. Tegangan dan Kuat Arus Listrik dari Sifat Asam
Buah. Jurnal Sainmatika. Vol.12,
No.2: 38.
Hadi, Syafrul. 2015. Pengaruh Pelepasan Nikel (Ni) Terhadap Laju
Korosi pada Impeller Pompa. Jurnal
Momentum. Vol.17, No.1: 74.
Nugraha, Danu Aji. Binadja, Achmad.
Supartono. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Reaksi Redoks Bervisi Sets,
Berorientasi Konstruktivistik. Journal of
Innovative Science Education. ISSN 2252-6412: 30.
Riswiyanto. 2009. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Setianingrum, Novie Putri. Prasetyo,
Agus. Sarto. 2016. Pengaruh Tegangan Jarak Antar Elektroda Terhadap Pewarna
Remazol Red RB dengan Metode Elektrokoagulasi. Jurnal Inovasi Teknik Kimia. Vol.1, No.2: 96.
Sugiyarto, Kristian H. 2004. Kimia Anorganik 1 Edisi Revisi. Jakarta: JICA.
Sukardjo. 1985. Kimia Anorganik. Jakarta: Rineka Cipta.
Svehla, dkk. 1997. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro Edisi
Kelima. Jakarta: Kalman Media Pustaka.
PERTANYAAN DAN JAWABAN
1.
Tuliskan reaksi-reaksi
yang terjadi pada percobaan yang Anda lakukan!
2.
Jelaskan perubahan
bilangan oksidasi masing-masing unsur pada reaksi-reaksi yang saudara tuliskan
dan jelaskan unsur mana yang mengalami oksidasi dan reduksi!
Jawaban
1.
a. Reaksi 1 melibatkan
KMnO4, H2SO4, FeSO4
2KMnO4
+ 8H2SO4 + 10FeSO4 5Fe2(SO4)3 +
K2SO4 + 2MnSO4 +8H2O
b.
Reaksi 2 melibatkan KMnO4, H2SO4, Na2S2O3
8KMnO4
+ 7H2SO4 + 5Na2S2O3 8MnSO4
+ 5Na2SO4 + 4K2SO4 + 7H2O
c.
Reaksi 3 melibatkan KMnO4, H2SO4, H2C2O4
2KMnO4
+ 3H2SO4 + 5 H2C2O4 2MnSO4 + K2SO4
+ 10CO2 + 8H2O
2. a. 2KMnO4 + 8H2SO4
+ 10FeSO4 5Fe2(SO4)3 +
K2SO4 + 2MnSO4 +8H2O
Oksidasi
: 10FeSO4 5Fe2(SO4)3
Reduksi
: 2KMnO4 2MnSO4
Reaksi
tersebut menunjukkan bahwa KMnO4 bertindak sebagai oksidator dan
FeSO4sebagai
reduktor. Berdasarkan reaksi yang dioksidasi adalah Fe karena mengalami
peningkatan bilangan oksidasi dari Fe2+ dalam FeSO4meningkat
menjadi Fe3+ dalam Fe2(SO4)3 dan
yang direduksi adalah Mn karena mengalami penurunan bilangan oksidasi dari Mn7+
dalam KMnO4 menjadi Mn2+ dalam MnSO4.
b.
8KMnO4 + 7H2SO4 + 5Na2S2O3
8MnSO4
+ 5Na2SO4 + 4K2SO4 + 7H2O
Oksidasi
: 5Na2S2O3
5Na2SO4
Reduksi
: 8KMnO4 8MnSO4
Reaksi
tersebut menunjukkan bahwa KMnO4 bertindak sebagai oksidator dan Na2S2O3
sebagai reduktor. Berdasarkan reaksi yang dioksidasi adalah S karena
mengalami peningkatan bilangan oksidasi dari S2+ dalam Na2S2O3
meningkat menjadi S6+ dalam Na2SO4 dan yang
direduksi adalah Mn karena mengalami penurunan bilangan oksidasi dari Mn7+
dalam KMnO4 menjadi Mn2+ dalam MnSO4.
c.
2KMnO4 + 3H2SO4 + 5 H2C2O4
2MnSO4 + K2SO4
+ 10CO2 + 8H2O
Oksidasi
: 5H2C2O4 10CO2
Reduksi
: 2KMnO4 2MnSO4
Reaksi
tersebut menunjukkan bahwa KMnO4 bertindak sebagai oksidator dan H2C2O4
sebagai reduktor. Berdasarkan reaksi yang dioksidasi adalah C karena mengalami
peningkatan bilangan oksidasi dari C3+ dalam H2C2O4
meningkat menjadi C4+ dalam CO2 dan yang direduksi adalah
Mn karena mengalami penurunan bilangan oksidasi dari Mn7+ dalam KMnO4
menjadi Mn2+ dalam MnSO4.
DOKUMENTASI
|
|
1) KMnO4
+ H2SO4 + FeSO4 2) KMnO4 + H2SO4 +
Na2S2O3
|
|
3) KMnO4 + H2SO4
+ H2C2O4 4) KMnO4 + H2SO4
+ H2C2O4 lalu dipanaskan dengan menggunakan
lampu spiritus.
|
5) Ketiga hasil percobaan
Komentar
Posting Komentar