Laporan Kimia Dasar Lanjut, Standarisasi Larutan NaOH 0,1 N dan Penentuan Kadar Asam Cuka



HALAMAN PENGESEHAN
Laporan Lengkap Kimia Dasar Lanjut dengan judul “Standarisasi Larutan NaOH 0,1 N dan Penentuan Kadar Asam Cuka” disusun oleh :
            Nama               : Dian Fitrah Ardita R
            NIM                : 1613040015
            Kelompok       : VI (enam)
telah diperiksa dan dikoreksi oleh Asisten dan Koordinator Asisten, maka dinyatakan diterima.


                                                                                         Makassar,     Mei 2017
Koordinator Asisten                                                            Asisten



Dwi Kurniawan                                                                  Muh. Ilham
NIM. 1413041006                                                              NIM. 1413042004


Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab



Dra. Hj. Army Auliah, M.Si
NIP. 19640306 199203 2 001





A.  JUDUL PERCOBAAN
            Standarisasi Larutan NaOH 0,1 N dan Penentuan Kadar Asam Cuka
B.  TUJUAN PERCOBAAN
            Adapun tujuan percobaan ini adalah menentukan normalitas larutan NaOH menggunakan larutan standar asam oksalat dan menetapkan kadar asam cuka secara titrasi volumetri.
C.  LANDASAN TEORI
Umumnya reaksi kimia berlangsung bukan antara padatan murni, cairan murni, atau gas murni melainkan antara ion-ion dan molekul-molekul yang terlarut dalam air atau pelarut lain. Larutan adalah campuran homogen dari dua zat atau lebih, definisi tidak menyatakan batasan mengenai jenis zat yang terlibat sehingga dapat dibedakan enam jenis larutan berdasarkan wujud asal komponen larutan yaitu padatan, cairan, dan gas. Kimiawan membedakan larutan berdasarkan kemampuannya melarutkan zat terlarut, yaitu larutan jenuh adalah larutan yang mengandung jumlah maksimum zat terlarut di dalam pelarut pada suhu tertentu, larutan tak jenuh adalah larutan yang berada pada titik sebelum titik jenuh tercapai dan larutan yang mengandung zat terlarut lebih sedikit dibandingkan dengan kemampuannya untuk melarutkan, dan larutan lewat jenuh adalah larutan yang mengandung lebih banyak zat terlarut dibandingkan zat terlarut dalam larutan jenuh. Larutan lewat jenuh bukanlah larutan yang sangat stabil sehingga pada waktunya sebagian zat terlarut akan terpisah dari larutan lewat jenuh sebagai kristal (proses kristalisasi) (Chang, 2005: 4).
Menurut Partana, dkk (2003: 1-3) jumlah zat terlarut dalam suatu larutan dinyatakan dengan konsentrasi larutan. Konsentrasi larutan menyatakan komposisi secara kuantitatif perbandingan zat terlarut dengan pelarut. Ada beberapa cara untuk menyatakan secara kuantitatif komposisi tersebut, yakni:
1.    Kemolaran (molaritas)
Kemolaran merupakan satuan yang paling banyak dipakai. Konsentrasi molar dari suatu larutan adalah banyaknya mol zat terlarut dalam setiap liter larutan. Konsentrasi molar diberi simbol huruf M dan dinyatakan dalam bentuk rumus:
                              
2.    Kemolalan (molalitas)
Kemolalan menyatakan perbandingan mol zat terlarut dalam kilogram pelarut. Konsentrasi molal menunjukkan jumlah mol zat terlarut per kilogram pelarut. Konsentrasi molal diberi simbol m dan dapat dinyatakan dengan rumus:
3.    Fraksi mol
Fraksi mol merupakan satuan konsentrasi yang menyatakan pebandingan antara jumlah mol salah satu komponen dalam larutan dengan jumlah mol total. Fraksi mol diberi simbol X dan dapat dinyatakan dalam rumus berikut:
4.    Persen (%)
Persen massa menyatakan banyaknya gram suatu komponen dalam 100 gram campurannya sedangkan persen volume menyatakan banyaknya mL komponen dalam 100 mL campurannya, dan persen berat-volume menyatakan gram komponen dalam 100 mL campurannya.
5.    Bagian per juta (bpj)
Satuan konsentrasi ini biasa digunakan untuk menyatakan kandungan zat yang sangat kecil (larutan encer). Bagian per juta menyatakan banyaknya gram zat terlarut dalam 1.000.000 gram larutan. Rumusnya yakni:
Molekul-molekul dalam cairan dan padatan pada larutan saling terikat akibat adanya gaya tarik-menarik antarmolekul. Gaya ini berperan penting dalam pembentukan larutan. Bila suatu zat (zat terlarut) larut dalam zat lainnya (pelarut), partikel zat terlarut akan menyebar ke seluruh pelarut. Partikel zat terlarut ini
menempati posisi yang biasanya ditempati oleh molekul pelarut. Kemudahan partikel zat terlarut menggantikan molekul pelarut bergantung pada kekuatan relatif dari jenis interaksi berupa interaksi pelarut-pelarut, interaksi zat terlarut-zat terlarut, dan interaksi pelarut-zat terlarut (Chang, 2005: 4).
Proses memperoleh atau mengatahui kadar suatu zat terlarut dalam suatu larutan dapat dilakukan menggunakan proses titrasi. Seperti penentuan kadar asam asetatat dalam cuka dilakukan melalui beberapa tahap yakni pengenceran dan titrasi. Asam asetat merupakan komponen utama dari cuka yang merupakan
karakteristik khas bagi cuka. Selain penentuan kadar asam asetat dalam cuka tersebut, perlu diketahui pula proses pembuatan cuka. Prinsip pembuatan cuka yaitu fermentasi gula-gula sederhana menjadi alkohol dan fermentasi alkohol lebih lanjut menjadi asam asetat. Jika fermentasi dibiarkan terus-menerus berlangsung maka akan mengakibatkan terbentuk asam cuka yang rasanya sangat asam (Baharuddin, 1996: 32).
            Menurut Chang (2005: 10-11) terdapat pengaruh suhu terhadap kelarutan, yaitu:
1.    Kelarutan padatan dan suhu
Secara umum, kelarutan zat padatan meningkat dengan meningkatnya suhu. Contohnya, proses pelarutan CaCl2 adalah proses eksotermik  dan pelarutan NH4NO3 endotermik. Namun, kelarutan kedua senyawa ini meningkat dengan meningkatnya suhu. Secara umum, pengaruh suhu terhadap kelarutan lebih baik ditentukan lewat percobaan.
2.    Kelarutan gas dan suhu
Kelarutan gas dalam air biasanya menurun dengan menngkatnya suhu. Dengan meningkatnya suhu, molekul udara yang terlarut mulai mendidih dan keluar dari larutan jauh sebelum air itu sendiri mendidih. Menurunnya kelarutan molekul oksigen dalam air panas menyebabkan polusi termal, yaitu proses memansnya lingkungan ke suhu yang membahayakan bagi makhluk hidup di dalamnya.
Selain pengaruh suhu terhadap kelarutan adapula pengaruh tekanan terhadap kelarutan gas, tekanan eksternal tidak mempengaruhi kelarutan dari cairan dan padatan tetapi sangat mempengaruhi kelarutan gas. Hubungan kuantitaif antara kelarutan gas dan tekanan terlihat dari hukum Henry yang menyatakan bahwa kelarutan gas dalam cairan berbanding lurus dengan tekanan gas diatas larutannya. Hukum Henry dapat dipahami secara kualitatif ditinjau dari segi teori kinetik molekul. Banyaknya gas yang akan terlarut dalam pelarut bergantung pada seberapa sering molekul-molekul dalam fasa bertumbukan dengan permukaan cairan dan terjebak oleh fasa cairan. Contoh praktis dari Hukum Henry adalah pembuihan minuman berkarbonasi bila tutup botol dibuka.
            Proses standarisasi terhadap NaOH dapat dilakukan dengan bantuan asam oksalat. NaOH  memiliki sifat yang sangat korosif terhadap kulit. Istilah NaOH yang paling sering digunakan dalam industri adalah soda kaustik, soda kaustik tersebut jika dilarutkan dalam air akan menimbulkan reaksi eksotermis. Natrium hidroksida anhidrat memiliki bentuk yang berbeda dari larutan yaitu berbentuk kristal berwarna putih (Surest, 2010: 3).
            Asam oksalat atau asam etanadioat dengan berat molekul 90,04 gr/mol adalah asam dikarboksilat paling sederhana, larut dalam air dan bersifat asam kuat. Asam ini tidak berbentuk anhidrat di alam dan secara komersial tersedia dalam bentuk padatan, asam oksalat dihidrat dengan berat molekul 126,07 gr/mol. Asam oksalat terdistribusi secara luas dalam bentuk garam potasium dan kalsium yang terdapat pada tumbuhan seperti bayam, jeruk teh, cokelat, buncis, belimbing, dll. Asam oksalat banyak digunakan sebagai bahan pemutih dalam bidang obat-obatan dan serat, pengolahan air limbah, sebagai agen reduksi untuk fotografi dan penghapusan tinta, penghapusan noda karat dari meja dapur, perlengkapan pipa dan kain, pewarna modern untuk bahan celup. Dalam penggunaan sintesis organik, asam oksalat digunakan untuk memproduksi resin, pembuatan bubuk urea-formaldehid, katalis butadiena, memproduksi bakteriofag, persiapan bahan baku untuk kapasitor porselen dan detergen perlatan elektronik dan pengolahan limbah fotokatalitik (Pandang, dkk. 2016: 41).
            Melalui titrasi dapat dilakukan proses standarisasi NaOH dan penentuan
kadar asam asetat dalam cuka. Salah satu penerapan tetapan kesetimbangan ionisasi adalah dalam titrasi asam basa. Nilai tetapan kesetimbangan dalam titrasi tersebut digunakan sebagai tolak ukur dalam penentuan pH larutan yang menandai tercapainya titik ekivalen. Titik ekivalen atau titik akhir teoritis adalah saat banyaknya asam atau basa tepat setara secara stoikiometri dengan banyaknya asam atau basa yang terdapat dalam larutan. Untuk mengetahui tercapainya titik ekivalen dapat dilakukan dengan pH meter, potensiometer, atau dengan suatu penunjuk yang dinamakan dengan indikator pH. Indikator pH adalah asam lemah atau basa lemah organik yang menunjukkan perubahan warna pada pH tertentu. Indikator yang digunakan dalam titrasi asam basa harus mampu memperlihatkan perubahan warna sedekat mungkin dengan saat titik ekivalen tercapai. Indikator yang digunakan harus indikator yang mempunyai trayek perubahan warna sekitar trayek yang sesuai. Semakin kecil konsentrasi larutan,maka trayek perubahan warna indikator yang digunakan semakin sempit pula (Partana, dkk. 2003: 33-36).
D.  ALAT DAN BAHAN
1.    Alat
a.    Erlenmeyer 250 mL                                   6 buah
b.    Gelas ukur 10 mL                                      1 buah
c.    Pipet tetes                                                   2 buah
d.    Botol semprot                                             1 buah
e.    Lap kasar dan lap halus                              1 buah
f.     Pipet ukur 10 mL                                       1 buah
g.    Pipet ukur 25 mL                                       1 buah
h.    Corong biasa                                              1 buah
i.      Ball pipet                                                    1 buah
j.      Buret 50 ml                                                1 buah
k.    Labu takar 25 mL                                       1 buah
l.      Statif dan klem                                           1 buah
2.    Bahan
a.    Larutan standar asam oksalat (H2C2O4) 0,1 N
b.    Asam cuka perdagangan (CH3COOH)
c.    Larutan natrium hidroksida (NaOH) 0,1 N
d.    Indikator phenolftalein (pp)
e.    Aquades (H2O)
f.     Tissu
E.  PROSEDUR KERJA
1.    Standarisasi larutan NaOH 0,1 N dengan larutan standar asam oksalat 0,1 N
a.    Buret diisi dengan larutan standar NaOH 0,1 N.
b.    25 mL larutan asam oksalat 0,1 N dipipet dengan pipet ukur 25 mL, lalu dimasukkan dalam erlenmeyer.
c.    3 tetes indikator phenolftalein ditambahkan ke dalam erlenmeyer tersebut.
d.    Larutan dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan NaOH sampai terjadi perubahan warna, dari tidak berwarna menjadi merah muda.
e.    Percobaan tersebut dilakukan sebanyak tiga kali.
f.     Volume penitrasi dicatat.
g.    Konsentrasi NaOH yang sebenarnya dihitung.
2.    Penetapan kadar asetat dalam cuka
a.    2 mL larutan cuka perdagangan diambil dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL.
b.    Larutan cuka yang berada di dalam labu takar 100 mL diencerkan sampai tanda batas.
c.    10 mL larutan encer tersebut diambil dengan menggunakan pipet ukur dan dimasukkan dalam erlenmeyer.
d.    3 tetes indikator phenolftalein ditambahkan ke dalam erlenmeyer tersebut.
e.    Larutan dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan NaOH dengan hati-hati sampai terjadi perubahan warna, dari tidak berwarna menjadi merah muda.
f.     Percobaan tersebut dilakukan sebanyak tiga kali.
g.    Volume penitrasi dicatat.
h.    Kadar asam asetat dalam cuka tersebut dihitung.
F.   HASIL PENGAMATAN
1.    Standarisasi larutan NaOH 0,1 N dengan larutan standar asam oksalat 0,1 N
Volume asam oksalat
(mL)
Volume NaOH (mL)
Normalitas NaOH
(N)
25,00
25,00
25,00
31,60
31,50
31,80
0,0791
0,0793
0,0786
Volume rata-rata = 25,00
Volume rata-rata = 31,63
Normalitas rata-rata=
0,079

2.    Penetapan kadar asetat dalam cuka
No
Pembacaan buret
Volume I (mL)
Volume II (mL)
Volume III (mL)
1
NaOH awal
0
9,4
18,4
NaOH akhir
9,4
18,4
28,1
2
Volume NaOH
9,4
9
9,7

G.  ANALISIS DATA
1.    Standarisasi larutan NaOH 0,1 N dengan larutan standar asam oksalat 0,1 N
Diketahui:               VNaOH 1 = 31,60 mL
                               VNaOH 2 = 31,50 mL
                               VNaOH 3 = 31,80 mL
                               VH2C2O4  = 25,00 mL
                               NH2C2O4    = 0,1 N
Ditanyakan:            Normalitas NaOH?
Penyelesaian:          N NaOH × V NaOH = N H2C2O4 × V H2C2O4
N NaOH =
a.       N NaOH 1        =
= 0,0791 N
b.      N NaOH 2        =
= 0,0793 N
c.       N NaOH 3        =
= 0,0786 N

Normalitas NaOH rata-rata
N NaOH rata-rata =
N NaOH rata-rata =
= 0,079 N
Volume NaOH rata-rata
V NaOH rata-rata  =
V NaOH rata-rata  =
= 31,63 mL
2.    Penentuan kadar asam asetat dalam cuka
Diketahui    :           V NaOH awal 1         = 0 mL
V NaOH awal 2        = 9,4 mL
V NaOH awal 3        = 18,4 mL
V NaOH akhir 1        = 9,4 mL
V NaOH akhir 2        = 18,4 mL
V NaOH akhir 3        = 28,1 mL
V NaOH 1                 = 9,4 mL
V NaOH 2                 = 9 mL
V NaOH 3                 = 9,7 mL
V CH3COOH             = 10 mL
N NaOH                    = 0,079 N
Ditanyakan :           % rendemen CH3COOH (kadar asam asetat) ?
Penyelesaian :        V NaOH rata-rata =
V NaOH rata-rata   =
= 9,367 mL
M2  =
M2  =
M2   = 0,0739 M
M1  =  M
M1   = 0,739 M
Molaritas larutan induk
Diketahui    : kadar asam asetat                  = 25%
                     Massa jenis asam asetat        = 1,049  3
                             Massa molekul asam asetat  = 60
Ditanyakan : Minduk ...?
Penyelesaian :
Minduk =
          =
         = 4,37 M
Molaritas asam cuka mula-mula (M1)
M1  =  M
       = 0,739 M
% CH3COOH =
=
=  
= 17,96 %
H.  PEMBAHASAN
Larutan adalah campuran homogen dari dua zat atau lebih, definisi tidak menyatakan batasan mengenai jenis zat yang terlibat sehingga dapat dibedakan enam jenis larutan berdasarkan wujud asal komponen larutan yaitu padatan, cairan, dan gas. Kimiawan membedakan larutan berdasarkan kemampuannya melarutkan zat terlarut, yaitu larutan jenuh adalah larutan yang mengandung jumlah maksimum zat terlarut di dalam pelarut pada suhu tertentu, larutan tak jenuh adalah larutan yang berada pada titik sebelum titik jenuh tercapai dan larutan yang mengandung zat terlarut lebih sedikit dibandingkan dengan kemampuannya untuk melarutkan, dan larutan lewat jenuh adalah larutan yang mengandung lebih banyak zat terlarut dibandingkan zat terlarut dalam larutan jenuh. Larutan lewat jenuh bukanlah larutan yang sangat stabil sehingga pada waktunya sebagian zat terlarut akan terpisah dari larutan lewat jenuh sebagai kristal (proses kristalisasi) (Chang, 2005: 4).
Percobaan ini berkaitan dengan proses titrasi. Titrasi merupakan reaksi yang dilakukan dengan cara menambahkan suatu larutan ke larutan yang lain dengan sangat terkendali dengan tujuan untuk menghentikan titrasi pada titik ketika kedua reaktan telah bereaksi sempurna. Adapun prinsip dasar titrasi asam basa didasarkan pada reaksi netralisasi asam basa dan prinsip kerjanya adalah penambahan titer (zat yang telah diketahui konsentrasinya) sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekivalen (keadaan ketika banyaknya asam atau basa tepat setara secara stoikiometri dengan banyaknya basa atau asam yang terdapat dalam suatu larutan). Percobaan ini bertujuan untuk menentukan normalitas larutan NaOH menggunakan larutan standar asam oksalat dan menetapkan kadar asam cuka secara titrasi volumetri.
1.    Standarisasi larutan NaOH 0,1 N dengan larutan standar asam oksalat 0,1 N
Percobaan ini termasuk dalam titrasi netralisasi. Percobaan ini dilakukan dengan cara titrasi asam basa untuk mengetahui konsentrasi atau kadar larutan standar basa dengan menggunakan larutan standar asam. Larutan standar merupakan larutan yang telah diketahui kosentrasinya dan terdiri atas dua jenis yaitu larutan standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer adalah larutan yang kadarnya dapat diketahui secara langsung karena diperoleh dari hasil penimbangan dan kadarnya secara umum dinyatakan dalam normalitas dan larutan standar sekunder adalah larutan yang konsentrasinya ditentukan dengan cara standarisasi menggunakan larutan standar primer. Larutan standar sekunder bersifat tidak stabil, mudah dipengaruhi, bersifat higroskopis sehingga dalam proses penyimpanannya harus disimpan pada wadah yang berwarna cokelat.
Larutan standar primer pada percobaan ini adalah asam oksalat sedangkan larutan standar sekundernya adalah NaOH. NaOH harus distandarisasi karena bersifat tidak stabil dan bersifat higroskopis atau mudah menyerap air dan CO2 saat penimbangan). Asam oksalat berperan sebagai titrat dan NaOH sebagai titer atau titran (penitrasi) yang ditempatkan dalam buret.
Sebelum dilakukan titrasi, terlebih dahulu asam oksalat ditambahkan dengan indikator phenolftalein (pp). Indikator pp tersebut dalam keadaan asam ditandai dengan tidak terjadinya perubahan warna saat penambahan tiga tetes indikator pp ke dalam larutan asam oksalat. Indikator pp dalam keadaan asam tidak mengalami perubahan warna dan dalam keadaan basa akan mengalami perubahan warna menjadi merah muda. Indikator pp memiliki pH sekitar 8,3-10,
indikator pp pada pH dibawah 8,3 tidak berwarna dan lewat dari pH 8,3 warna merah muda mulai muncul. Indikator pp digunakan dalam percobaan ini karena tidak mempengaruhi proses titrasi  dan dianggap mampu mengalami perubahan warna diantara dua titik yang sangat dekat dengan titik ekivalen dengan kesalahan dapat diabaikan. Indikator pp mempermudah dalam mengetahui keadaan ketika larutan telah mencapai titik ekivalen.
            Percobaan standarisasi NaOH 0,1 N dilaksanakan sebanyak tiga kali dengan tujuan agar hasil titrasi lebih akurat. Hasil yang diperoleh pada proses ini berturut-turut adalah 31,60 mL, 31,50 mL, dan 31,80 mL dengan normalitas NaOH yang diperoleh berdasarkan perhitungan berturut-turut adalah 0,0791 N, 0,0793 N, dan 0,0786 N sehingga diperoleh normalitas rata-rata NaOH sebesar 0,079 N. Hasil tersebut tidak sesuai dengan teori karena berdasarkan teori normalitas dari larutan NaOH sebesar 0,1 N, hal ini disebabkan oleh larutan NaOH yang digunakan terlalu encer. Adapun reaksi yang terjadi pada percobaan ini adalah :
                               H2C2O4(aq) + 2NaOH(aq)  Na2C2O4(aq) + 2H2O(l)
2.    Penetapan kadar asestat dalam cuka
Percobaan ini dilakukan dengan cara titrasi cuka perdagangan dengan larutan NaOH. Sebelum dititrasi, cuka perdagangan diencerkan terlebih dahulu. Pengenceran tersebut bertujuan untuk menurunkan konsentrasi larutan dan untuk mempercepat terjadinya titik akhir titrasi yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda.
Setelah diencerkan, 10 mL larutan tersebut dimasukkan dalam erlenmeyer lalu ditambahkan dengan tiga tetes indikator pp. Penambahan indikator pp berfungsi agar saat melakukan titrasi dapat terjadi perubahan warna yang menandakan tercapainya titik ekivalen. Pada percobaan ini, NaOH berperan sebagai titer atau titran (penitrasi) dan asam asetat (cuka perdagangan) yang merupakan asam lemah berperan sebagai titrat atau larutan yang dititrasi. Adapun reaksi yang terjadi antara asam asetat yang direaksikan dengan NaOH adalah:
            CH3COOH(aq) + NaOH(aq)  CH3COONa(aq) + H2O(l)
Percobaan ini juga dilakukan sebanyak tiga kali untuk mendapatkan hasil
yang lebih akurat. Titrasi pertama muncul warna merah muda saat volume NaOH yang digunakan sebesar 9,4 mL, titrasi kedua sebesar 9 mL, dan titrasi ketiga sebesar 9,7 mL. Volume rata-rata NaOH yang digunakan sebesar 9,367 mL. Berdasarkan perhitungan, kadar asam asetat dalam cuka perdagangan sebesar 17,96% yang berarti kadar asam asetat dalam 100 mL pelarut air adalah 17,96 mL.
I.     KESIMPULAN DAN SARAN
1.    Kesimpulan
Menentukan normalitas larutan NaOH mengunakan larutan standar asam oksalat dilakukan dengan titrasi dan diperoleh normalitas rata-rata NaOH sebesar 0,079 N. Penetapan kadar asam asetat dalam cuka perdagangan dilakukan dengan cara titrasi asam cuka perdagangan menggunakan larutan NaOH dan diperoleh kadar asam asestat sebesar 17,96%.
2.    Saran
a.    Saat melakukan kegiatan percobaan mahasiswa perlu memastikan kelengkapan alat dan bahan serta mengenali fungsi alat dan bahan yang akan digunakan.
b.    Saat melakukan kegiatan percobaan mahasiswa perlu secara teliti mengukur atau menakar jumlah zat yang digunakan dan diperlukan keterampilan dalam penggunaan alat untuk mencegah kegagalan dan kecacatan dalam hasil pengamatan.
c.    Saat melakukan kegiatan percobaan diperlukan kerja sama tim yang baik demi kelancaran dan kesuksesan kegiatan percobaan.








DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin. Syahidah dan Yatni, Nyni. 1996. Penentuan Mutu Cuka Nira Aren (Arenga pinnata) Berdasarkan SNI 01-4371-1996. Jurnal Perennial. Vol.5, No.1: 32.

Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Pandang, Iloan. Ambarita, Yos Power dan Maulina, Seri. 2016. Pembuatan Asam Oksalat dari Pelepah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) dengan Kalsium Hidroksida. Jurnal Teknik Kimia. Vol.5, No.1: 41.

Partana, Crys Fajar. Pratomo Al, Heru. Theresih, Karim, dan Suharto. 2003. Kimia Dasar 2 Edisi Revisi. Jakarta: JICA.

Surest, Azhary H dan Satriawan, Dodi. 2010. Pembuatan Pulp dari Batang Rosella dengan Proses Soda (Konsentrasi NaOH, Tempartur Pemasakan dan Lama Pemasakan). Jurnal Teknik Kimia. Vol.17, No.3: 3.















PERTANYAAN DAN JAWABAN
1.    Jelaskan jenis-jenis larutan baku dan berikan masing-masing dua contoh!
2.    Jelaskan prinsip kerja titrasi volumetri!
Jawaban
1.    Larutan baku terdiri atas dua, yaitu larutan baku primer dan larutan baku sekunder. Larutan baku primer adalah larutan yang kadarnya dapat diketahui secara langsung karena didapatkan dari hasil penimbangan. Umumnya kadarnya tersebut dinyatakan dalam normalitas. Syarat-syarat larutan baku primer adalah mempunyai kemurnian yang tinggi, rumus molekulnya pasti, tidak mengalami perubahan saat penimbangan, berat ekivalen yang tinggi serta larutannya stabil dalam penyimpanan. Contohnya adalah asam oksalat, natrium tertra borat, asam benzoat, kalium hidrogen iodat, dll. Sedangkan larutan baku sekunder adalah larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan jalan standarisasi dengan larutan baku primer. Syarat-syarat larutan baku sekunder adalah derajat kemurnian lebih rendah dari larutan baku primer, berat ekivalennya tinggi, dan larutannya stabil dalam penyimpanan. Contohnya adalah NaOH, HCl, dll.
2.    a)    pencapaian reaksi titik akhir ekivalen harus berlangsung secara stoikiometri.
b)    titik ekivalen adalah titik ketika terjadi reaksi sempurna saat mol ekivalen larutan standar sama dengan mol ekivalen larutan yang dititrasi.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Kimia Dasar Lanjut, Pembuatan dan Sifat Koloid

Laporan Kimia Dasar Lanjut, Reaksi Reduksi Oksidasi